Kualitas Remaja Jadi Kunci Cegah Stunting

Kualitas kesehatan remaja menjadi kunci dalam mencegah stunting. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Rita Verita pada Gebyar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Stunting dengan Penggerakkan Pelaksanaan Intervensi Spesifik dan Sensitif, Senin (16/11/2020).
“Stunting ini permasalahan yang tidak bisa selesai dengan satu cara, melainkan harus diselesaikan dari segala tingkatan, terutama dengan meningkatkan kualitas remaja putri yang kelak akan melahirkan generasi selanjutnya,” jelas Rita.
Ia menyebutkan bahwa angka stunting di Kota Bandung masih tinggi. Hasil data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 angka stunting di Kota Bandung sebesar 25,8% lalu turun ke angka 21,74% berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar. Namun, angka ini kembali naik menjadi 28,12% di tahun 2019 berdasarkan Survei Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita karena kekurangan gizi kronis pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Hal ini salah satunya disebabkan oleh kualitas kesehatan anak-anak dan remaja yang kurang mendapatkan asupan gizi seimbang juga remaja putri yang mengalami anemia karena kekurangan zat besi.
“Sekarang banyak makanan kekinian tinggi gula dan lemak, tapi rendah serat dan ini disukai anak-anak dan remaja, padahal makanan tersebut dapat menyebabkan obesitas dan meningkatkan risiko Penyakit Tidak Menular (PTM),” tambah Rita.
Ia menyebutkan, pencegahan masalah gizi pada anak usia remaja bisa dilakukan dengan menjaga pola hidup sehat dan makan makanan bergizi seimbang. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh seluruh pihak terkait agar para remaja yang kelak akan menjadi orang tua dapat menghasilkan generasi yang unggul dan sehat.
“Kami punya program REMBULAN (Remaja Bandung Unggul Tanpa Anemia) yang mengajak remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah secara rutin. Dalam program ini kami bentuk juga kader REMBULAN yang dibekali ilmu tentang penting nya tablet tambah darah agar remaja putri semakin paham pentingnya mencukupi asupan zat besi dalam tablet tambah darah serta bisa mengajak teman-teman sebayanya untuk mengonsumsi tablet tambah darah,” paparnya.
Rita juga mengajak agar para remaja dapat menerapkan empat pilar gizi seimbang, yakni mengonsumsi aneka ragam pangan, membiasakan berperilaku hidup bersih dan sehat, melakukan aktivitas fisik, serta memantau berat badan secara teratur.
Selaras dengan Rita, Ketua Indonesia Sport Nutrisionist Association (ISNA), Rita Ramayulis menekankan bahwa para remaja tidak perlu khawatir dengan bentuk tubuhnya dan sebaiknya berfokus untuk memaksimalkan tinggi badan dengan asupan gizi seimbang.
“Saya mengerti, anak remaja punya kekhawatiran akan bentuk tubuhnya. Remaja putri khawatir tubuhnya gemuk sehingga banyak yang melakukan diet ekstrim, sedangkan remaja laki-laki kebanyakan ingin terlihat berotot jadi mereka berlatih mengangkat beban. Padahal tidak perlu, maksimalkan dulu asupan gizinya supaya bisa mencapai tinggi maksimal,” jelas Rita.
Ia juga berharap agar para remaja lebih memperhatikan asupan gizi mereka agar kelak dapat melahirkan generasi yang bebas stunting.
Selain melalui intervensi gizi, pencegahan stunting juga dapat dilakukan dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Hal ini disampaikan Kasie Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinkes Kota Bandung, Ni Luh Widya.
“STBM bisa dicapai dengan menerapkan 5 pilar perubahan perilaku higienis, yaitu tidak buang air besar sembarangan (saluran pembuangan akhir jamban tidak ke sungai/selokan), mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, mengolah air minum dan makanan yang aman mengolah sampah dengan benar, dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman,” jelasnya.
(Humas Dinas Kesehatan Kota Bandung)

Bagikan: